PKS NEWS UPDATE:
« »

Jumat, 01 Juni 2012

Wawancara Didik J. Rachbini: Jakarta Itu Tiga: Sejahtera, Modern, dan Berbudaya

Wawancara Didik J. Rachbini: Jakarta Itu Tiga: Sejahtera, Modern, dan Berbudaya

01 Juni 2012 - 12:00:00 WIB
Rubric :  EkonomiBisnis
Diposting oleh : Ihsan ()




Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) DKI sudah di depan mata. Persaingan para kandidat calon pengisi kursi DKI-1 dan DKI-2 pun dipastikan akan sangat ketat dan sengit. Maklum saja, Jakarta adalah ibu kota negara. Di sinilah magnet 60% ekonomi nasional memikat warga dengan berbagai latar belakang agama, budaya, dan pendidikan, dari Sabang hingga Merauke. Sadar akan potensi keragaman itu, Hidayat Nur Wahid (HNW)-Didik J. Rachbini (DJR) tampil ke depan membuka mimpi menjadi kenyataan agar Jakarta sejahtera, modern, dan berbudaya.

Bagaimana pasangan yang diusung oleh PKS dan PAN ini menerjemahkan visi dan misi membawa Jakarta ke depan? Didik J. Rachbini, sang calon wakil gubernur,  berbagi pandangan visi dan misi HNW-DJR dalam sebuah wawancara khusus dengan Fekum Ariesbowo W. dari Warta Ekonomi di ruang kerjanya sebagai pengajar Pascasarjana Universitas Mercu Buana, Menteng Raya, Jakarta, Senin (21/5) lalu. Berikut nukilannya.

Apa solusi Anda untuk mengatasi kemacetan?
    Solusinya adalah, tidak bisa tidak, melalui transportasi masal. Ada tiga pilar dalam hal ini. Pertama, dengan maksimalisasi armada busway sebanyak mungkin sehingga orang tidak lagi menunggu sampai satu jam. Lalu, siapa yang memasok armada? Itu bisa pemerintah, bisa swasta. Mereka dipersaingkan,  mana yang lebih efisien. Mereka yang lebih efisien, maka dapat memasok armada yang lebih banyak.
    Kedua, monorel. Itu harus berjalan karena akan menambah kapasitas. Pilar terakhir adalah mass rapid transit (MRT) yang menghubungkan jalur utara-selatan dan timur-barat. Sudah ada ahli transportasi yang membantu kami. Soal pendanaan monorel dari swasta, MRT juga bisa swasta. Skema kerjasama dengan skema public-private partnership (PPP dan sudah banyak yang meminta.

Soal banjir Ibu Kota, bagaimana pola penanganannya?
    Untuk menanggulangi banjir, ada tiga strategi besar. Strategi pertama, kanal sudah ada yaitu Kanal Banjir Barat dan Kanal Banjir Timur. Satu hal yang perlu diurai adalah membuat kanal-kanal sekunder di bagian kanan-kiri kanal banjir yang ada. Atau dengan kata lain, memaksimalkan kanal dan distribusinya. Saat ini banyak wilayah yang hanya mengalami genangan saja. Ketika genangan itu masuk kanal, sudah beres.
    Kedua, dengan normalisasi sungai di Jakarta yang saat ini ada 13. Sungai harus diperlebar. Lalu yang tinggal di pinggir sungai itu secara bertahap masuk bersamaan dengan konsolidasi lahan untuk permukiman, dari permukiman kumuh menjadi permukiman bersih. Jadi, mereka tidak digusur dan sungainya tetap bersih. Tidak apa-apa, sungainya menjadi lebar lalu kanan kirinya dibangun ke atas sehingga mereka tidak perlu kehilangan tanah. Ini harus dimaksimalisasikan dengan Depok, Bogor, dan Cianjur.
    Strategi ketiga adalah membuat reservoir-reservoir di bawah tanah. Ada yang kecil dalam bentuk biopori menjadi massal. Ada juga reservoir besar di bawah tanah. Jl. Sudirman, misalnya, nanti bisa jadi kawasan khusus diwajibkan pemerintah untuk membuat reservoir. Tidak tertutup kemungkinan di wilayah-wilayah lain.

Apa yang akan dilakukan berkaitan dengan mempermudah perizinan investasi?
    Birokrasi kita runyam dan DKI harus memperbaiki birokrasinya. Birokrasi DKI harus memiliki standar. Apabila perizinan tidak selesai dalam waktu satu minggu atau 15 hari, maka pelaku usaha sudah termasuk diizinkan dan sudah valid. Semua harus dibatasi seperti itu dengan menggunakan standar internasional karena ini Jakarta.
    Kalau bisa tiga hari, mengapa harus dua bulan? Kalau itu tidak bisa langsung, maka kami harus turun melihat. Saat ini investor di sini masih bisa hidup dengan suasana yang ruwet dan pertumbuhannya masih 6,5%. Itu artinya apa? Kalau tidak ruwet, mereka bisa tumbuh lebih cepat lagi.
Sektor apa yang akan didorong untuk sumber pendapatan daerah jika terpilih nanti?
    Kami akan menjadikan pariwisata sebagai program kami. Mengapa? Karena Jakarta ini ibu kota yang memiliki pacuan kuda, warisan gedung lama, museum, kesenian, budaya, dan punya macam-macam. Jakarta juga punya wisata belanja. Semua itu harus dimaksimalkan sekaligus digabungkan dengan potensi wisata yang lain seperti Puncak, Bandung. Jika semua itu maju, transaksinya banyak, maka pajak yang diperoleh juga akan banyak.

Namun, bagaimana Anda mengatasi masalah pengadaan dan sengketa lahan?
    Ya memang tanah di Jakarta terbatas, dan itu juga harus hati-hati. Namun,  bagaimanapun juga, kami akan semaksimal mungkin memanfaatkan lebih banyak lagi ruang-ruang yang penting bagi publik agar Jakarta layak sebagai kota. Contohnya, ada ruang terbuka hijau.
    Lalu kami juga sudah mulai memikirkan bagaimana banyak kantor-kantor pemerintah dipindahkan. Ini harus bicara dengan pemerintah pusat, sehingga beban Jakarta lebih ringan. Kalau ratusan ribu PNS dan keluarganya pindah, maka beban Jakarta akan menjadi lebih ringan. Namun, oleh karena itu pula DKI harus berbicara dengan pemerintah pusat karena merekalah yang memutuskan. Apabila ada sengketa lahan, kita kembalikan saja ke hukum.

Adakah strategi khusus yang disiapkan untuk membawa Jakarta dengan identitas yang khas melalui pendekatan brand kota?
    Jakarta sudah punya brand yaitu Monas, kalau perlu ditambah Keong Mas. Jakarta itu kota jasa dan akan kami perkuat sebagai kota jasa. Jakarta itu pusat keuangan Indonesia dan nanti akan menjadi pusat keuangan regional. Jakarta juga pusat perdagangan ekspor impor, jasa pariwisata, dan ekonomi kreatif. Namun, yang masih menyedihkan, jasa sektor informal yang masih banyak. Jasa itu banyak, jadi tidak bisa dibatasi. Semua itu tumbuh sendiri, tidak perlu dibatasi.

Bagaimana dengan pemberdayaan UKM?
    UKM itu masalahnya kekurangan tempat. Oleh karena itu, tempatnya harus diberikan. Banyak cara memberikan. Pertama, ada 150 pasar tradisional, itu bisa diberikan karena banyak yang kosong. Nanti diatur bagaimana caranya. Kedua, dengan membangun miniatur-miniatur pasar kecil. Dengan tanah 500 meter persegi,  kita bisa bangun empat lantai untuk mengangkut pedagang kecil-kecil.
    Ketiga, pada akhir pekan (Sabtu-Minggu) ada beberapa tempat lapang bisa menjadi pasar. Lalu di mal boleh jadi pasar dengan minta kerjasama dari subuh sampai pukul 10 pagi boleh gratis untuk UKM. Kalau perlu, bekerja sama dengan mal bahwa 10%–20% areanya digunakan untuk CSR UKM.
    UKM harus mendapatkan tempat sebaik-baiknya selain kredit. UKM itu masalahnya tiga, setelah saya meriset belasan tahun, yaitu modal, keterampilan, dan tempat usaha (pasar). UKM harus terintegrasi dengan tata ruang kota dan diberi tempat yang layak agar mereka bisa berdagang dengan bagus, tidak di jalan.

Perlukah pembangunan kawasan ekonomi baru dan revitalisasi kawasan khusus yang sudah ada, seperti Pulogadung, misalnya?
    Tidak perlu. Urusan industri tidak di Jakarta.

Dalam 100 hari pertama, jika terpilih sebagai pemuncak DKI nanti, terobosan apa yang akan dilakukan berkaitan dengan good corporate governance?
    Untuk birokrasi yang melayani investasi dan bisnis,  harus setara secara internasional dan cepat. Mulai dari situ dan fokus pada bisnis diutamakan sehingga bisnis menjadi lancar.

Jakarta akan Anda  bawa ke mana nantinya?
    Jakarta itu tiga: sejahtera, modern, dan berbudaya. ###

Foto: Sufri Yuliardi
Sumber: Warta Ekonomi No.11/2012

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons | Re-Design by PKS Piyungan