PKS NEWS UPDATE:
« »

Sabtu, 09 Juni 2012

Ini Harta Kekayaan Milik Didik Rachbini

DEPOK – Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambangi rumah calon wakil gubernur DKI Jakarta, Didik Junaedi Rachbini, di Perumahan Pesona Depok Blok AS/4 Sukmajaya, Depok.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tim KPK kepada Didik dan istrinya seputar kepemilikan tanah, bangunan dan pendapatan yang diterima dari bangunan yang disewakan, serta harta bergerak dan tak bergerak.

Total hasil audit angka kekayaan Didik diketahui mencapai Rp7,79 miliar. "Ini jumlah koreksi setelah dilakukan penyesuain harga baru dari apa yang saya miliki," ujar Didik, Jumat (8/6/2012).

Ia menambahkan, sebelumnya harta kekayaanya juga pernah didata pada tahun 2006. "Saat itu totalnya ada Rp4,4 miliar," ungkapnya.

Kenaikan total harta yang ia milik dari Rp4,4 miliar menjadi Rp7,79 miliar ia akui adalah hasil dari usahanya dari berbagai bidang. Seperti dari pertanian, perkebunan dan pertambangan.

Disebutkan pula hasil dari rumahnya yang disewakan, gaji yang ia dapatkan dari jabatannya sebagai komisaris, guru besar dan dosen. "Juga sebagian ada dari hasil menjadi pembicara," ujar pria yang juga menjadi ekonom tersebut.

Gaji pertahun yang ia dapatkan dari jabatannya sendiri mencapai Rp570 juta pertahun. Kemudian Penghasilan dari bangunan yang disewakannya sebesar Rp85 juta. Selanjutnya ia menjelaskan rincian harta tidak bergerak yang ia miliki sebesar Rp3,8 miliar. Beberapa berasal dari surat berharga sebesar Rp20 juta "Ini (Rp20 juta) dari saham-saham kecil," imbuhnya.

Selanjutnya terdata harta Giro setara kas dan tabungannya sebesar Rp3,5 miliar. Ia pun memiliki simpanan uang Dollar sebesar USD8.300.

Sedangkan untuk harta tidak bergerak yang ia miliki terdata sebesar Rp444 juta. " Itu adalah jumlah dari harga mobil BMW tahun 2004 dan Honda Jazz yang saya miliki," paparnya.

Ia berkata hartanya yang mecapai Rp7,79 miliar tersebut ia kumpulkan selama 30 tahun ia berkarir. "Sebagian nanti akan ada yang dijadikan dana untuk kampanye saya," tambahnya.
Koordinator UPHKPN KPK Najib Wahito mengatakan dari hasil pendataan ini secara resmi akan diumumkan pada 14 Juni nanti. "Akan kami sampaikan bersamaan dengan pendataan cagub dan cawagub lain yang saat ini juga sedang didata," ujarnya.


sumber : http://jakarta.okezone.com/read/2012/06/08/505/643803/ini-harta-kekayaan-milik-didik-rachbini

Hidayat: Sungai Ciliwung Berpotensi Menjadi Wisata Sungai



JAKARTA (5/6) - Tahun 2012, Hari Lingkungan Hidup Sedunia sudah menginjak usia ke-40. Pada usia ke-40, seharusnya lingkungan semakin lama semakin baik. Namun pada kenyataannya, pencemaran lingkungan semakin lama semakin parah.

Cagub DKI Jakarta, Hidayat Nurwahid, mengatakan saat ini Jakarta sebagai ibukota negara mendapat berbagai 'penghargaan' mengenai lingkungan dari mulai kota terpolusi nomor 3 di dunia, kota termacet di dunia, kota dengan mal paling banyak sampai kota dengan tempat sampah terpanjang di dunia.

"Padahal dalam sejarahnya, sungai Ciliwung adalah sumber kehidupan masyarakat di tanah Pasundan dan Pajajaran sampai Batavia. Ciliwung menjadi sumber air bersih untuk minum, memasak dan mandi, sumber air untuk pertanian jalur transportasi perdagangan serta tamasya," ujar Hidayat di sela-sela kegiatan menyusuri sungai Ciliwung, Jakarta, Selasa (5/6/2012).

Menurut mantan Ketua MPR ini, kondisi obyektif tingkat pencemaran sungai Ciliwung cukup parah. Saat ini sampah per hari yang mengotori sungai Ciliwung mencapai 360 m3. Setahun sampah sungai Ciliwung mencapai 131.400 m3 setara dengan 2 candi Borobudur (1 candi volumenya 55.000 m3).

Kondisi hutan yang ada di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung sudah sangat kritis. Dari syarat 30% hutan yang ditentukan, hanya tersisa 9% hutan di DAS Ciliwung. Mennurut cagub DKI nomor urut 4 ini, sungai Ciliwung yang dulu menjadi sumber kehidupan sekarang menjadi sumber bencana terlebih ketika musim hujan datang.

Dia menambahkan, setidaknya ada tiga hal yang perlu dilakukan gubernur DKI mendatang untuk memperbaiki kondisi sungai Ciliwung.

Pertama, melakukan koordinasi secara menyeluruh dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah tetangga yang menjadi aliran Ciliwung (Jawa Barat, Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan Kota Depok). Untuk itu, diperlukan pemimpin Jakarta yang mampu membangun komunikasi dan kerjasama dengan pemerintah pusat dan kepala daerah penyangga.

Kedua, bersama-sama membentuk komunitas masyarakat peduli Ciliwung dengan menerapkan aturan ‘anti-rubbish dracula’, yaitu memberikan hukuman kepada warga yang tertangkap basah membuang sampah ke sungai dan menjadikannya sebagai sebagai mata-mata bagi orang yang membuang sampah lainnya untuk dihukum pula.

Ketiga, membangun wisata sungai. Membangun wisata sungai seperti sungai Chao Praya di Bangkok. Sungai Chao Praya airnya sama cokelatnya seperti di Ciliwung, belakangnya juga banyak eceng gondok. Tapi wisatanya maju dan berkembang karena mereka memperhatikan kebersihan.

"Bedanya lagi, rumah-rumah di Thailand menghadap sungai tidak seperti di Indonesia. Rumah masyarakat membelakangi sungai. Atau bisa juga dengan mencontoh China, beberapa pinggir sungai dibebaskan dan dibuat jogging track atau jalur pejalan kaki," pungkas Hidayat.




Kamis, 07 Juni 2012

Belajar dari Umar : Mengerti Tanpa Henti

Belajar dari Umar : Mengerti Tanpa Henti

Posted by pak cah on April 2, 2012
Oleh : Cahyadi Takariawan
gambar : Google
Umar bin Khattab dilahirkan 12 tahun setelah kelahiran Rasulullah saw. Ayahnya bernama Khattab dan ibunya bernama Khatmah. Perawakannya tinggi besar dan tegap dengan otot-otot yang menonjol pada kaki dan tangannya, berjenggot lebat, berwajah tampan, dengan warna kulit yang coklat kemerah-merahan. Umar dibesarkan di lingkungan Bani Adi, salah satu kabilah Quraisy. Nasabnya  adalah  Umar  bin  Khattab  bin Nufail bin Abdul Uzza bin  Riyah  bin  Abdullah  bin  Qarth bin Razah bin Adiy bin  Ka’ab binLu’ay bin Ghalib.
Umar adalah sosok yang tegas, pemberani, visioner, namun sekaligus sederhana,. bijaksana dan lembut. Ketika Umar menjadi khalifah kedua setelah wafatnya Abubakar Ash Shidiq, wilayah kekhalifahan berkembang sangat luas. Itu karena kerja keras yang dilakukan untuk menyebarkan nilai Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Ia berhasil membawa Islam ke Persia, Mesir, Syam, Irak, Burqah, Tripoli bagian barat, Azerbaijan, Jurjan, Basrah, Kufah dan Kairo.
Khalifah yang Sederhana
Suatu hari, seorang utusan Romawi tengah mencari Khalifah Umar bin Khattab. Setelah beberapa saat tak menemukan istana Khalifah, ia bertanya kepada orang yang dijumpainya. “Dimanakah istana Khalifah Umar?” Orang itu menjawab, “Ia tidak punya istana.” Utusan Romawi bertanya lagi, “Lalu, dimana benteng Khalifah Umar?” Orang itu menjawab, “Tidak ada.”
Orang itu menunjukkan rumah Sang Khalifah yang terlihat seperti rumah orang biasa. Segera didatanginya rumah tersebut dan utusan Romawi menanyakan keberadaan Amirul Mukminin. Alangkah terkejutnya saat mendengar jawaban dari keluarga Umar: “Itu Umar di sana, sedang tertidur di bawah pohon.”
Karakter yang sangat pantas diteladani dari Umar adalah kesederhanaan hidup, dan kebersahajaan dalam penampilan. Betapa mahal kesederhanaan pada zaman kita sekarang. Umar adalah sosok yang sangat sederhana dan memperhatikan kepentingan rakyatnya. Ia istirahat siang sejenak di depan rumahnya, di bawah sebuah pohon, tanpa pengawal. Agar selalu bisa dilihat oleh rakyatnya bahwa ia ada di rumah, sehingga bisa ditemui untuk berbagai urusan mereka.
Suatu saat Umar bin Khathab pernah berkata, “Sesungguhnya seorang pemimpin itu diangkat dari antara kalian bukan dari bangsa lain. Pemimpin itu harus berbuat untuk kepentingan kalian, bukan untuk kepentingan dirinya, golongannya, dan bukan untuk menindas kaum lemah. Demi Allah, apabila ada di antara pemimpin dari kamu sekalian menindas yang lemah, maka kepada orang yang ditindas itu diberikan haknya untuk membalas pemimpin itu. Begitu pula jika seorang pemimpin di antara kamu sekalian menghina seseorang di hadapan umum, maka kepada orang itu harus diberikan haknya untuk membalas hal yang setimpal”.
Umar selalu berusaha untuk mengerti dan memenuhi kebutuhan rakyatnya. Qatadah pernah berkata, ”Pada suatu hari Umar bin Khattab memakai jubah yang terbuat dari bulu domba yang sebagiannnya dipenuhi dengan tambalan dari kulit, padahal waktu itu beliau adalah seorang khalifah. Sambil memikul jagung ia berjalan mendatangi pasar untuk menjamu orang-orang.”
Abdullah bin Umar, putera sang Khalifah menceritakan bahwa Umar bin Khattab pernah berkata : “Seandainya ada anak kambing yang mati di tepian sungai Eufrat, maka umar merasa takut diminta pertanggung jawaban oleh Allah SWT.”
Umar adalah sosok pemimpin yang mendahulukan kepentingan rakyat, maka ia buktikan bahwa ia adalah orang yang lebih dahulu lapar dan yang paling terakhir kenyang, Umar pernah berjanji tidak akan makan minyak samin dan daging hingga seluruh rakyat kenyang memakannya.
gambar : Google
Habish yang Membuat Murka
Suatu ketika Utbah bin Farqad, Gubernur Azerbaijan, disuguhi makanan oleh rakyatnya. Dengan senang hati gubernur menerimanya.
“Apa nama makanan ini?”.  tanya Gubernur.
“Namanya Habish, terbuat dari minyak samin dan kurma”, jawab salah seorang dari mereka.
Utbah segera mencicipi makanan itu. “Subhanallah, betapa manis dan enak makanan ini. Jika makanan ini kita kirim kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattab di Madinah dia akan senang”,, ujar Utbah.
Segera ia memerintahkan rakyatnya untuk berangkat ke Madinah dengan membawa Habish bagi Khalifah Umar. Khalifah segera membuka dan mencicipinya.
“Makanan apa ini?” tanya Umar.
“Makanan ini namanya Habish. Makanan paling lezat di Azerbaijan,” jawab salah seorang utusan.
“Apakah seluruh rakyat Azerbaijan bia menikmati makanan ini?”, tanya Umar lagi.
“Oh, tidak semua rakyat bisa menikmatinya”, jawab utusan itu.
Wajah Khalifah langsung memerah karena marah. Ia segera memerintahkan kedua utusan itu untuk membawa kembali habish ke negrinya. Kepada Gubernur ia menulis surat: “Makanan semanis dan selezat ini tidak dibuat dari uang ayah dan ibumu. Kenyangkan dulu perut rakyatmu dengan makanan ini sebelum engkau mengenyangkan perutmu”.
Itulah Khalifah Umar bin Khathab, yang selalu mengerti kondisi rakyatnya. Ia tidak mau menyakiti hati rakyat yang dipimpinnya. Ia sangat menjaga dan merawat perasaan rakyat. Betapa rindu kita dengan sosok yang sangat kuat visi kenegaraannya, namun sekaligus memberikan keteladanan dalam kesederhanaan bagi masyarakat.

http://cahyadi-takariawan.web.id/?p=2276

Bahaya Kantong Plastik


Ketika Halaqah Tak Lagi Dirindui

dakwatuna.com - Suara-suara mendengung bak lebah itu menumbuhkan suasana syahdu dan khusyuk. Lantunan kalam Ilahi yang meluncur dari lisan-lisan shalih itu bak mantera penguat jiwa. Muraja’ah hafalan surat-surat dalam Al-Qur’an serta talaqqi madahpenuh dengan semangat dan optimisme yang tinggi. Pertemuan pekanan ini ibarat ruh bagi jiwa, bak air untuk kehidupan.

Majelis pekanan yang lazim dikenal sebagai halaqah, tak bisa dipungkiri adalah nadi bagi sebuah harakah Islamiyah. Di dalamnya, para kader dakwah berinteraksi secara intim dan intens di bawah bimbingan seorang Murabbi. Pertemuan-pertemuan pekanan semacam ini haruslah dinamis dan produktif agar harakah Islamiyah dapat terus menggulirkan amal-amal dakwah demi kejayaan Islam. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa tak selalu halaqah ini berjalan mulus. Ada kalanya rutinitas pekanan ini didera kelesuan. Karena bagaimanapun pribadi-pribadi di dalamnya adalah manusia, bukan kumpulan para malaikat, yang memiliki iman yang fluktuatif.

Mengapa sebuah halaqah tak lagi nyaman didatangi?

Pertama, disorientasi tujuan.
Motivasi orang mengikuti kajian rutin seperti halaqah sangat beragam. Ada yang karena ingin mendalami ilmu agama. Ada yang tertarik oleh ajakan kawan. Ada yang bersungguh-sungguh ingin menegakkan agama Allah. Pun tak sedikit yang semangat berhalaqah agar naik jenjang keanggotaan dalam jamaah. Nah, ketika dirasa peluang naik tingkat sangat kecil, bukan tidak mungkin semangat yang sebelumnya menyala-nyala bisa langsung padam. Disorientasi tujuan ini berkaitan erat dengan ruhiyah seseorang sehingga ketika ada yang mengalami hal ini, maka pasokan ruhiyahnya harus ditingkatkan. Bisikan-bisikan hawa nafsu harus ditepis agar keikhlasan tetap terjaga. Komitmen bergabung dalam jamaah dakwah harus dikuatkan kembali.

Kedua, pelaksanaan halaqah yang membosankan.
Bagaimanapun, mengelola halaqah ada seninya. Meskipun kurikulum sudah ada, silabus sudah lengkap dan tujuan masing-masing materi sudah jelas, tetap saja diperlukan strategi agar halaqah berjalan dinamis dan penuh kesan. Halaqah yang melibatkan semua komponen dan bergerak menuju arah yang sama tentulah halaqah yang sangat dinanti-nantikan kehadirannya. Oleh karenanya setiap individu di dalam halaqah memiliki peranan yang sangat penting demi mewujudkan halaqah yang dirindui.

Ketiga, hubungan Murabbi dengan mutarabbi.
Murabbi sebagai pemimpin dan pengendali halaqah memegang peranan yang paling penting. Sosoknya haruslah mampu diterima semua anggota kelompok. Tidak ada penolakan terhadap dirinya. Imam Hasan Al Banna mengibaratkan figur ini sebagai syaikh dalam hal kepakaran ilmu, orang tua dalam hal kasih sayang, guru dalam hal pengajaran, kakak dalam hal teladan dan pemimpin untuk urusan ketaatan.
Pernah ada seorang mutarabbi yang menyampaikan kepada Murabbinya, “Ustadz, saya usul dalam halaqah kita ketika adzan Isya’ berkumandang marilah kita segera shalat berjamaah sebagaimana ketika kita shalat Maghrib.” Tak dinyana, jawaban Sang Murabbi begini.”Akhi, saya ketika halaqah dengan para doktor-doktor syariah biasa saja gak shalat Isya’ jamaah waktu halaqah. Shalatnya nanti di rumah saja biar waktu halaqah nggak terlalu lama. Saya rasa, yang perlu diperbaiki itu komitmen Antum. Antum suka datang telat, waktu halaqah tidur, kurang ihtiram, gak setor hafalan….”

Menjadi pemimpin, tak boleh alergi kritik sebagaimana menjadi mutarabbi pun tak boleh alergi nasihat dan teguran. Ketika jawaban tersebut disampaikan, maka si Al akh pun balik membalas, “Ustadz, saya kan usul. Usul itu bisa diterima atau ditolak. Kalo diterima, Alhamdulillah kalo nggak ya nggak apa-apa. Jangan malah membeberkan aib-aib saya…”

Ketika hubungan Murabbi-Mutarabbi seperti ini –saling menyerang- pastilah halaqah bukan lagi momen yang dirindukan. Ia akan menjadi waktu yang tidak diharapkan, atau dijalani dengan terpaksa. Dihadiri tanpa semangat. Oleh karenanya harus ada hubungan yang mesra antara Murabbi dengan mutarabbi-nya. Jika hubungan ini sudah tercipta, niscaya halaqah akan menjadi momen yang dinanti-nanti.

Keempat, melemahnya militansi.
Bisa jadi, masa-masa awal mengikuti halaqah adalah momen-momen yang tak terlupakan. Berkobar-kobarnya semangat dan keinginan meninggikan agama Allah. Setelah itu akan dirasakan kestabilan dan keadaan yang biasa-biasa saja. Kesibukan dunia, rutinitas kerja, tuntutan-tuntutan di luar dakwah dan kompleksitas dari ketiga faktor di atas akan melemahkan militansi. Pada kondisi seperti ini, halaqah bisa berubah menjadi sekedar rutinitas yang menjemukan. Hanya akan menjadi majelis ‘setor muka’. Jika ini yang terjadi, maka wajarlah jika kelak lambat laun halaqah tak akan lagi dirindui. Oleh karenanya, bangkitlah! Semangat itu tak dicari, tapi ditumbuhkan. Kemudian dipupuk dan dijaga dari hama dan virus yang akan melemahkannya. Militansi tak kenal musim. Ia harus dijaga senantiasa hidup dan menjadi api perjuangan.

Wahai Saudaraku, mari tumbuhkan kerinduan akan hari itu. Hari pertemuan kita dengan saudara yang diikat karena Allah. Hari yang di dalamnya penuh keberkahan dan doa para malaikat. Satu hari dalam setiap minggu yang kita dedikasikan untuk menghasilkan amal-amal dakwah dalam bingkai harakah Islamiyah…
 
Qonitatillah, MSc.
Ibu rumah tangga dengan empat orang anak. Menyelesaikan studi master dalam bidang Solar Cell di jurusan Kimia, Fakulti Sains, Universiti Teknologi Malaysia pada tahun 2010. Aktif di Ikatan Keluarga Muslim Indonesia (IKMI) Johor, sebuah organisasi pemberdayaan TKI di Malaysia. Pengurus PIP PKS Johor. Tinggal di Johor Bahru, Malaysia.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/09/14363/ketika-halaqah-tak-lagi-dirindui/#ixzz1x8fPCbZD

Merindukan Sosok Ali Sadikin, AM Fatwa Dukung Hidayat+Didik Pimpin Jakarta


dakwatuna.com – Jakarta. Pasangan calon gubernur-wakil gubernur nomor urut empat, Hidayat-Didik terus mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat. Kali ini anggota DPD AM Fatwa datang memberikan dukungan bersama elemen Human Resources Center (HRC).

“Hidayat, kita semua tahu bagaimana kepemimpinan nasionalnya,” kata AM.Fatwa, Kamis (31/5) bersama 300 lebih perwakilan kepemudaan HRC di Markas Pemenangan Hidayat-Didik, Jalan Buncit Raya 30, Jakarta Selatan.

Wakil ketua MPR 2004-2009 ini tak meragukan kapasitas kepemimpinan Hidayat yang sudah mendunia. Ketika menjabat presiden PKS pada pemilu 2004 lalu, Hidayat membawa PKS meraih suara tertinggi di Jakarta. Selain itu Hidayat sukses menjadi pucuk pimpinan lembaga tinggi negara, MPR dari 2004-2009.

“Terakhir beliau menjabat ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR, artinya hubungannya sudah dengan dunia internasional,” papar AM Fatwa.

HRC sendiri terdiri dari elemen inti kepemudaan seperti Pemuda Karang Taruna, Forum Mahasiswa Indonesia, Remaja Masjid Rawa Belong, Forum Masyarakat Tanah Tinggi, dan beberapa organisasi lainnya
“Kami siap bekerja dan memenangkan Pak Hidayat dan Pak Didik untuk menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta,” kata koordinator HRC Fahrurozi.

Hidayat Seperti Sosok Ali Sadikin
Senator Senayan ini juga mengungkapkan kerinduannya akan sosok Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta ke 9. Menurut Fatwa, sosok Hidayat sangat pas dengan karakter kepemimpinan seperti Bang Ali.
Dia mengatakan matangnya kepemimpinan Ali Sadikin selama menjadi memimpin Jakarta.

“Ali Sadikin adalah gubernur paling dikenang oleh siapapun, khususnya warga Jakarta. Beliau membuat banyak gebrakan,” kata Mantan Staff Gubernur Ali Sadikin ini.

AM Fatwa percaya, pasangan Hidayat Didik mampu membuat Jakarta kembali jaya.
“Saya percaya, Jakarta akan sejahtera, kembali jaya,” pungkas AM Fatwa.***
 


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/06/20838/merindukan-sosok-ali-sadikin-am-fatwa-dukung-hidayatdidik-pimpin-jakarta/#ixzz1x8ZYVdiS


Kemenangan Itu Bermula Dari Dua Gua Sempit


dakwatuna.com – Paradigma kemenangan sering kali didefinisikan secara sempit sebagai sebuah hasil akhir yang diharapkan dalam mencapai sebuah tujuan. Sehingga nilai kemenangan selalu disetarakan dengan sisi-sisi yang bersifat materiil atau dapat dirasakan langsung. Padahal sebenarnya tidak selalu demikian. Persepsi ini sering dipahami oleh sebagian kelompok yang menganut paham materialistis.  Sehingga ketika tujuan tidak tercapai dalam waktu yang telah direncanakan, maka sudah divonis sebagai sebuah kegagalan.
Semoga kita tidak terjebak dengan persepsi sempit seperti di atas. Sebab, Kemenangan dalam perspektif Islam tidak mutlak diukur dengan tercapainya sebuah tujuan dalam waktu yang diinginkan. Maka, peristiwa hijrah menurut persepsi penulis adalah pelajaran berharga yang harus dipahami oleh setiap individu muslim dalam memahami ruang lingkup kesuksesan yang sebenarnya.
Mari kita coba sedikit menganalisa fase dakwah Rasulullah saw selama 13 tahun di Mekah sebagai bahan renungan kita terhadap persepsi ‘menang’. Karena begitu banyak peristiwa berharga yang dialami Rasulullah dan para sahabat selama di Mekah, yang jika dirasionalisasikan pada saat itu terkesan sebagai sebuah kegagalan.
Suatu hari, ketika Rasulullah saw menyampaikan risalah Islam di Thaif, beliau menghadapi tantangan yang luar biasa. Bukan sambutan hangat yang beliau dapat, tapi sebaliknya beliau mengalami luka yang cukup parah. Tapi bagaimana sikap Rasulullah? Ia hanya mengucapkan satu kata “Allahummahdi Qaumiy fainnahum laa ya’lamun”. Padahal ketika itu Jibril datang menawarkan, jika Rasulullah berdoa kepada Allah untuk membalikkan gunung-gunung yang ada dan dilemparkan kepada kaum musyrikin Thaif maka malaikat Jibril akan melakukan hal tersebut. Sikap ini sangat  sulit  untuk kita rasionalisasikan, akan  tetapi mengandung nilai kemenangan yang baru terbukti dan dirasakan beberapa tahun setelah peristiwa itu terjadi.
Banyak kisah sebenarnya yang dapat dijadikan pelajaran penting dalam memahami makna sukses dari perjalanan dakwah Rasulullah baik pada fase Mekah ataupun setelah beliau hijrah ke Madinah. Tapi mengapa peristiwa hijrah begitu besar pengaruhnya dalam proses perjalanan dakwah Rasulullah saw? Benarkah kesimpulan yang mengatakan bahwa hijrah merupakan momen “Fatihatun Nashr” kemenangan-kemenangan Islam pada fase berikutnya? Atau apakah prasyarat keberhasilan itu harus selalu dimulai dengan hijrah?
Memahami Makna Hijrah
Secara etimologi, hijrah berarti meninggalkan, atau berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain. Lalu Makna yang kedua ini sering dipakai dalam mendefinisikan hijrah secara terminologi. Tidak sulit untuk memberikan definisi terhadap peristiwa hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah. Karena secara sederhana hijrah adalah perpindahan Rasulullah dan para sahabat dari Mekah ke Madinah.  Namun yang terpenting adalah memahami nilai-nilai hijrah itu sendiri untuk diterapkan pada tataran kehidupan kekinian.
Tak dapat diragukan lagi, peristiwa hijrah merupakan titik awal perubahan besar yang akan terjadi sesudahnya. Hijrah telah melepaskan kaum muslimin dari cengkraman jeruji kejahiliyahan dan tekanan kaum musyrikin Mekah. Di samping itu hijrah juga merupakan batas pemisah antara dua masa yang sangat berarti dalam perjalanan dakwah dan penerapan syariat, yaitu yang dikenal dengan fase Makkiy dan fase Madaniy. Sehingga dikenallah istilah surat Makiyah dan surat Madaniyah dalam Al Quran.
Banyak ujian dan cobaan yang telah dihadapi oleh Rasulullah dan para sahabat sebelum diizinkan untuk berhijrah. Sumayyah ibunda ‘Ammar bin Yasir merupakan orang pertama dalam Islam yang syahid dalam Islam ketika mempertahankan keyakinannya. Lalu mengapa Allah baru mengizinkan hijrah kepada Rasulullah dan para sahabatnya setelah 13 tahun fase dakwah di Mekah? Walaupun sebelumnya, telah terjadi peristiwa hijrah pertama ke bumi Habsyah. Bukankah Allah swt bisa berbuat sekehendaknya untuk memberikan kemudahan dan kemenangan kepada Rasulullah saw dan para sahabat?
Di antara salah satu hikmah yang utama dari proses dakwah fase Mekah ini adalah proses selektifitas kader dakwah yang betul-betul matang untuk melanjutkan estafet dakwah menuju fase-fase berikutnya. Karena jika Allah membukakan kemenangan secara mudah kepada kaum muslimin, maka kemenangan itu tidak akan terasa manis karena didapat dengan begitu mudah dan ketahanannya pun cenderung tidak bertahan lama. Maka ketika pertama kali dakwah dimulai, seiring itu pula terjadi proses latihan dan penyaringan yang sangat selektif dan alami. Dan ternyata, mereka inilah yang pada akhirnya berhasil menjadi busur sekaligus anak panah perkembangan Islam menuju puncak kejayaannya.
Setelah kita memahami makna hijrah yang sesungguhnya, sebagai sebuah proses yang mau tidak mau harus dijalani setiap individu muslim agar bisa mewujudkan kemenangan maka kita dapat menyimpulkan bahwa jika setiap muslim mampu melakukan hijrah niscaya ia akan menang. Tentu hijrah yang dilakukan Rasulullah dan para sahabat tidak dimaknai secara literlek yang harus kita terapkan saat ini. Kenapa? Karena Rasulullah saw sendiri sudah menyatakan “La Hijrata Ba’dal fath walakin Jihadun waniyyah” (sudah tidak ada hijrah setelah terbuka pintu kemenangan (Fath Makkah), Akan tetapi masih tersisa jihad dan niat untuk berhijrah. Sebagian ulama menafsirkan niat di sini adalah sebagai sebuah perpindahan dari kehidupan yang jauh dari nilai-nilai ilahi menuju kehidupan yang penuh dengan nilai-nilai rabbani.
Mengapa Hijrah Sebagai Pembuka Kemenangan?
Dari peristiwa hijrah kubro yang dilalui Nabi dan para sahabat, ada beberapa indikasi yang dijadikan faktor utama kemenangan dakwah. Faktor–faktor ini dapat kita lihat dari beberapa pelajaran dan ibrah yang kita ambil dari rentetan peristiwa hijrah itu sendiri. Di antaranya adalah:
1.  Sabar Dalam Menghadapi Makar Musuh
Begitu banyak rekaman sejarah dalam Al-Qur’an maupun sunnah yang menggambarkan permusuhan abadi kaum kufar dan musyrikin terhadap Islam dan kaum muslimin. Permusuhan ini biasanya disertai makar yang senantiasa mencoba untuk menggoyahkan keimanan dengan menggunakan segala daya dan upaya. Banyak cara yang mereka gunakan, baik dengan menawarkan harta dan kesenangan ataupun dengan siksaan demi siksaan. Nah, di sinilah sabar merupakan tameng awal dan jawaban dari semua itu. Sebab, sabar dalam perspektif Islam tidak kenal batas. Sabar dapat diterapkan dalam ketaatan, menghindari maksiat, dan bersabar dalam menghadapi musibah.
Rasulullah adalah orang pertama yang menerapkan sabar, bahkan ketika maut hampir menghampirinya ketika berdakwah dijalan Allah, ia hanya berkata “Allahummahdi qaumi fainnahum la ya’lamun”. Subhanallah! Rasulullah tidak tergesa-gesa mengejar kemenangan, dan sikap ini juga yang terpatri dalam jiwa setiap sahabat. Kesabaran inilah yang telah melahirkan semangat jihad dan semakin menambah keyakinan mereka bahwa jalan yang mereka tempuh penuh dengan cahaya. Sikap sabar ini juga melahirkan pribadi yang istiqamah dan tidak mudah goyah.  Maka sabar merupakan sebuah prasyarat mutlak dalam meniti tangga-tangga keberhasilan.
2. Al Akhzu bil asbab
Etos kerja ataupun usaha tidak boleh diabaikan begitu saja. Artinya, seluruh potensi harus dikerahkan yang disesuaikan dengan kondisi yang melingkupi saat itu. Rasulullah adalah contoh tauladan sebagai seorang sosok yang tak mudah menyerah dengan hanya mengandalkan satu cara. Ia selalu berfikir dan berbuat dengan amal yang sangat variatif agar dakwah mudah diterima dan cepat berkembang. Segala kreativitas dan inovasi dakwah beliau kerahkan. Gagal dengan satu cara beliau memanfaatkan metode lain. Sehingga beliau tidak pernah putus asa. Ini merupakan konsep membangun motivasi yang sangat jitu.
Ketika dakwah beliau di kota Mekah dan perkampungan sekitarnya tidak begitu mendapatkan sambutan yang positif. Beliau melihat ada potensi lain yang bisa dilakukan, yaitu mendakwahi para kabilah yang datang dari luar kota Mekah pada musim-musim haji. Pertemuan ini dilakukan Rasulullah di luar kota Mekah bersama kaum Auz dan Khazraj tepatnya di daerah yang bernama al ‘aqabah dan dalam catatan sejarah dikenal dengan bai’atul aqabah al ula. Perwakilan kaum Auz dan Khazraj terdiri dari 12 orang yang telah menyatakan keislaman mereka. Kreativitas dakwah Rasulullah tidak terhenti sampai di situ saja, lalu ia mengutus Mus’ab bin ‘Umair yang dikenal sebagai duta Islam pertama untuk kembali ke Yatsrib bersama kaum Auz dan Khazraj.
Peristiwa ini, pada akhirnya merupakan cikal bakal peristiwa hijrah beberapa tahun sesudahnya. Dan setelah terjadi kesepakatan antara kaum muslimin mekah dan Yatsrib ketika itu bahwa pusat dakwah akan dipindahkan dari Mekah ke Madinah, maka mulailah para sahabat melakukan hijrah sampai pada akhirnya diikuti oleh Rasulullah ketika telah turun wahyu yang mengizinkan beliau untuk hijrah. Momen ini sangat punya peran penting terhadap pertumbuhan dakwah dan akumulasi koalisi kekuatan Islam pada masa berikutnya.
3. Sistem Yang Rapi Prasyarat Kemenangan
Rentetan peristiwa hijrah, yang mungkin sebagian besar bahkan sudah sangat hafal, mengisyaratkan bahwa sebuah pekerjaan besar harus menggunakan sistem serta manajemen yang tertata rapi. Adanya pembagian tugas serta perencanaan yang sistematis dan matang, dan masing-masing individu memahami posisinya sehingga tidak terjadi benturan tugas yang akhirnya berakibat kepada proses sebuah rencana itu sendiri. Kita harus mampu memposisikan the right man on the right place.
Rasulullah adalah sosok yang brilian dalam menyusun strategi dan manajemen. Dengan kecerdasannya, ia dibantu Abu bakar dan sahabat lain telah berhasil mensukseskan perjalanan hijrah dengan selamat dan tanpa pertumpahan darah ataupun benturan fisik.
Namun ironis, tatanan sistem yang kokoh dan manajemen yang rapi telah hilang dari dunia Islam dan bahkan sudah diadopsi oleh Barat. Bahkan lebih dari itu, umat Islam seolah mengaminkan saja bahwa Islam tidak pernah kenal dengan konsep sistem dan manajemen yang rapi.
Kemenangan selamanya tidak akan bisa diraih hanya dengan mengandalkan semangat bekerja saja, akan tetapi harus dibarengi dengan membangun sistem dan manajemen yang komprehensif. Di samping itu perlu adanya kejelian melihat situasi dan kondisi. Jangan sampai kita kehilangan daya kreativitas karena alasan lingkungan dan kondisi yang ada di sekitar kita. Kelemahan fatal diri  kita adalah ketika kita tidak lagi mengenal diri kita. Jika hal itu terjadi, maka secanggih apapun sistem dan manajemen yang dibangun maka akan berakhir sia-sia.
4. Membangun Stabilitas Sosial
Pertama kali yang dilakukan Rasulullah saw di Madinah atau tepatnya di qubah adalah membangun Masjid. Dalam perspektif Islam, masjid tidak sebatas sebagai tempat ibadah vertikal antara hamba dan Rabb-Nya. Akan tetapi Masjid juga bisa berfungsi sebagai tempat menata kehidupan sosial masyarakat. Karena Islam dengan tegas mengakui bahwa manusia terdiri dari dua sisi yang harus selalu seimbang, yaitu materiil dan sprituil.
Setelah sarana dibangun, maka Rasulullah berfikir perlu adanya pembangunan dan pengembangan sumber daya manusia untuk menjalankan fungsi dalam sebuah sistem kehidupan yang baru. Maka nabi segera mengambil inisiatif untuk mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar. Sebab, persaudaraan ini akan mempercepat proses perubahan sosial di tengah komunitas masyarakat. Kaum Muhajirin yang lebih memiliki skil dalam sistem perdagangan kembali menghidupkan pasar, dan bahkan dalam sejarah tercatat bahwa Rasulullah adalah orang pertama yang membangun pasar sebagai pusat ekonomi di Madinah. Kaum Anshar pun tetap dalam profesi mereka semula sebagai petani yang lebih spesifik mengurus pertanian.
Dalam proses selanjutnya, karena persaudaraan yang Rasul bina berdasarkan nilai keimanan dan keikhlasan, secara alami dan bertahap mulai tercipta takaful ijtima’iy (solidaritas sosial) di antara komunitas sosial yang sangat plural di kota Madinah. Bahkan nilai ukhuwah itu tercatat indah dalam berbagai kisah mengharu biru bagaimana ketika saad bin rabi’ menawarkan harta dan salah satu istrinya untuk diberikan kepada Abdurrahman bin Auf. Namun akhirnya Abdurrahman bin Auf lebih memilih untuk memulai kehidupan barunya sebagai pedagang dan menolak secara halus tawaran saudaranya, sampai akhirnya ia berhasil menjadi saudagar yang berhasil.
Stabilitas sosial yang mapan akan menjadi faktor pendukung terbukanya pintu-pintu kemenangan dan kejayaan. Hal itu terbukti ketika kaum muslimin memenangkan perang Ahzab. Peperangan dengan jumlah tidak seimbang ini mampu dimenangkan oleh kaum muslimin, tidak terlepas dari stabilitas sosial yang telah Rasulullah bina. Sehingga para sahabat begitu memahami nilai ukhuwah dan amal jama’iy (kerja kolektif) yang akhirnya mampu memukul mundur koalisi pasukan musuh.  Pada perang Khandaq ini juga Rasulullah memberikan kabar gembira kepada para sahabat yang beliau dapatkan dari Malaikat Jibril, bahwa setelah perang ini usai akan terjadi penaklukan besar-besaran di dataran Syam, Persia dan Yaman.
Kemenangan demi kemenangan mampu diraih kaum muslimin sehingga berhasil menguasai dua pertiga luas bumi di bawah naungan Islam selama lebih kurang delapan abad. Kemenangan itu tidak terwujud dengan mudah, tapi butuh waktu yang panjang dan pengorbanan tak terkira. Rahasia kemenangan ini sangat sederhana; sebagaimana dalam firman Allah In tanshurullah yanshurukum wayutsabbit aqdamakum”.
Dunia Islam kini tak secerah masa lalu. Sepertinya kita perlu merapikan kembali hubungan kita dengan Allah. Sudahkah kita menolong Allah? Sehingga Allah pun akan menolong kita. Kita selalu ingin menang, tapi sayang kita tak pernah kenal persepsi menang yang sesungguhnya. Wallahu a’lam.
 
Abu Fida Rabbany
Menyelesaikan SMA di MAPK/MAKN Koto Baru Padang Panjang. Pada tahun 1999 memulai pengembaraan ilmu di Bumi Kinanah Mesir. Sedang menyelesaikan tesis S2 di Dar el Ulum Cairo University Mesir.

Situs web: http://jokosumaryono.wordpress.com

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons | Re-Design by PKS Piyungan