dakwatuna.com - Konsekuensi keislaman kita
mengharuskan kita tunduk pada ajaran-ajaran Islam yang syumul,
menyeluruh dan menyentuh segala lini kehidupan, baik dalam kehidupan
kita sebagai satu individu muslim maupun kehidupan kita sebagai makhluk
sosial dalam bingkai masyarakat.
Masing-masing menuntut warna yang berbeda di atas warna-warna lainnya. Allah SWT mengistilahkannya dengan istilah
Shibgatullah atau celupan Allah.
Istilah
celupan sudah sangat cukup mengetahui makna yang terkandung dalam kata
tersebut. Sering minum teh celup? apa jadinya jika teh celup dimasukkan
ke dalam air panas dalam gelas, air yang ada dalam gelas, serentak
terwarnai. Artinya bahwa ketika kita memilih Islam sebagai jalan hidup,
maka seluruh sisi kehidupan kita pun mesti ikut terwarnai dengan warna
pilihan Allah, dengan celupan Allah. Baik dalam kehidupan kita sebagai
individu, maupun dalam kehidupan kita sebagai bagian dari masyarakat.
Kewajiban
individu kita sebagai hamba Allah adalah bagaimana kita mengabdi dan
terus menjalin dan meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah, membina
diri kita untuk terus menumbuhkan keimanan dalam diri, menghidupkan
hati, meningkatkan pemahaman keislaman kita, dan membina keluarga Islam.
Dan
kewajiban sosial kita sebagai satu bagian dari masyarakat, adalah
membawa warna-warna Islam tadi ke masyarakat luas, dan kitalah yang
menjadi teladan dalam keislaman, merubah kebiasaan umum dengan warna
Islam, melakukan langkah-langkah keshalihan sosial. Menciptakan
masyarakat islami, membangun pemerintahan yang bersih, dan menjunjung
nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.
Dan Tarbiyah telah menjadi
tsawabit [bagian permanen] dalam dakwah sebagai alat utama untuk
melakukan perubahan yang dicita-citakan dalam diri umat, sesuai dengan
firman Allah Swt., “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu kaum,
hingga ia merubah apa yang ada dalam dirinya”. Dan narasi perubahan yang
kita cita-citakan adalah perubahan yang mencakup dua hal, pertama
adalah individu-individu yang bekerja dalam masy’ru Al-Islami (proyek
peradaban), dan kedua adalah kaum muslimin secara umum dalam masyarakat.
Dan
bahwa pencapaian tujuan tarbiyah dalam diri kader dakwah yang bekerja
untuk menegakkan proyek peradaban, tuntutannya jauh lebih besar
dibanding dengan kaum muslimin secara umum. Namun kita sepakat benang
merah di antara keduanya, bahwa tujuan-tujuan tarbiyah tidak mungkin
diwujudkan, kecuali melalui sistem tarbawi dan bukan melalui
kegiatan-kegiatan umum seperti ceramah-ceramah, tulisan-tulisan,
memberikan pelayanan, karena seluruh kegiatan-kegiatan ini tidak
memiliki efek pengaruh yang kuat dan terus menerus, kecuali melalui
system tarbawi, mari kita renungkan apa yang pernah dikatakan oleh tokoh
pelopor pergerakan dari lembah sungai Nil, beliau mengatakan:
إن
الخُطب والأقوال والمُكاتبات والدروس والمحاضرات وتشخيص الداء ووصف الدواء
كل ذلك لا يُجدي وحده لها نفعًا، ولا يصل
بالداعين إلى هدف من الأهداف؛
ولكن للدعوات وسائل لابد من الأخذ بها والعمل
لوسائل العامة للدعوات لا تتغير ولا تتبدل ولا تعدو هذه الأمور الثلاثة:
الإيمان العميق-
التكوين الدقيق-
العمل المتواصل-
“Sesungguhnya
ceramah-ceramah, perpustakaan-perpustakaan, pengajian-pengajian, dan
muhadharah, analisa penyakit dan menyebutkan nama obatnya, semua itu
tidak banyak memberikan manfaat, dan tidak mengantarkan para penyeru
perubahan sampai pada tujuan-tujuan yang dicitakan, akan tetapi dakwah
itu memiliki tiga wasilah umum, yang tidak berubah-ubah, dan tidak
berganti-ganti, tidak keluar dari tiga hal berikut:
- Keimanan yang dalam (Al-Iman Al-Amiq)
- Pembentukan yang jeli (At-Takwinul Ad-Daqiq)
- Amal yang berkesinambungan (Al-Amal Al-Mutawashil)
Mengenai
tujuan dakwah yang ingin dicapai, dengan itu para kader dakwah bekerja
untuk mewujudkannya, baik dalam diri mereka maupun dalam masyarakatnya,
beliau mengatakan:
“Sesungguhnya tujuan dakwah, terfokus pada
pembentukan generasi baru dari orang-orang mukmin dengan ajaran Islam
yang shahih, dan generasi ini bekerja mewarnai umat dengan warna dan
celupan Islam dalam segala sisi kehidupan mereka “Dan celupan Allah,
maka siapakah yang lebih baik celupannya selain dari celupan Allah” [QS. Al-Baqarah: 138].
Dan
wasilah untuk itu adalah merubah kebiasaan umum, dan membina anshar
dakwah (pendukung dakwah) dengan ajaran Islam, hingga mereka menjadi
teladan pada yang lainnya dalam memegang teguh ajaran Islam, perhatian
pada ajaran Islam, dan berhukum dengan ajaran tersebut”.
Celupan Tarbiyah
Maka
dari sini, jelas bagi kita bahwa seluruh pekerjaan-pekerjaan yang kita
lakukan, harus terwarnai dan tercelup dengan celupan dan warna tarbiyah.
Yang kita maksud dengan celupan tarbiyah adalah pekerjaan-pekerjaan
yang kita lakukan itu – apa pun bentuk dan jenisnya – memiliki
kontribusi positif dalam salah satu sisi kepribadian kita atau dalam
seluruh sisi kepribadian kita yang empat, yaitu [sisi ma’rifah atau
pengetahuan, sisi Imaniyah atau keimanan, sisi nafsiyah atau kejiwaan,
dan sisi sulukiyah atau perilaku dan atau attitude].
Satu contoh
misalnya, pekerjaan-pekerjaan sosial, bisa jadi pekerjaan-pekerjaan,
sifatnya sosial semata, yang hanya bertujuan untuk mengurangi beban
penderitaan orang lain tanpa melihat sisi lain, namun bisa juga
pekerjaan sosial ini menjadi wasilah menanamkan pengaruh positif dan
perubahan yang berkesinambungan dalam diri mereka.
Saat ini, kita
baru saja memutuskan untuk berjuang dalam gelanggang politik, mengusung
salah satu kader dakwah untuk berjuang melalui jalur konstitusi, ya
benar kita terjun untuk menang dan bukan untuk kalah, hari-hari ke depan
adalah hari-hari yang penuh perjuangan dengan perhelatan dan aktivitas
politik dalam pemilu. Masa-masa dalam pemilu ini bisa jadi hanya
mengumpulkan jumlah suara sebanyak-banyaknya, namun bisa juga menjadi
wasilah tarbiyah yang memberikan pengaruh positif bagi diri kader, yang
melahirkan perubahan positif dalam diri kader, walau hanya satu sisi
kecil dalam kepribadian kader, agar kader setelah musim pemilu ini,
menjadi kader yang lebih sensitive dan lebih ijaby, kader yang lebih
banyak memiliki pengaruh di masyarakat, menggandeng tangan masyarakat
untuk terus meniti tangga keislaman dan berkomitmen dengan Islam yang
shahih dengan bertahap.
Mewarnai Pemilu dengan Celupan Tarbiyah
Ada
banyak cara dan faktor agar aktivitas-aktivitas dalam pemilu ini,
memberikan kontribusi – dengan izin Allah SWT – secara tarbiyah, di
antaranya:
Pertama adalah kekuatan hubungan dengan Allah Azza wa Jalla
(Quwwatu Shilah billah), dan
meningkatkan mutu keimanan yang hakiki dalam hati, yang dengannya
seorang kader diharapkan berada dalam kondisi jernih, kader memiliki
kedisiplinan syar’i [Indhibath Syar’i], lebih positif [ijaby].
Perlu
kita sadari bahwa factor penting, kita dapat mewujudkan cita-cita
tarbiyah dan kemenangan dakwah adalah factor kekuatan ini, faktor
Quwwatu shilah billah,
kekuatan hubungan dengan Allah Swt., maka kadar kekuatan hubungan kita
dengan Allah Swt., itulah yang mendatangkan pertolongan, dukungan,
bantuan, dan perlindungan dari Allah Azza wa Jalla’, Allah SWT
berfirman:
“Dan Dia-lah yang melindungi orang-orang shalih” [QS. Al-A’raf: 196], “Allah Pelindung orang-orang yang beriman” [QS. Al-Baqarah: 256].
Sujud
di pertengahan malam, disertai linangan air mata, itulah yang
meruntuhkan benteng yang kokoh dan mengguncang arsy dengan pertolongan
Allah Swt.
Maka tidak benar, jika ada seorang kader yang beralasan
dengan kesibukannya dalam aktivitas politik dalam masa-masa pemilu,
lantas menyebabkan ia kurang disiplin dan meremehkan pelaksanaan shalat
berjamaah di masjid, atau melupakan wirid-wirid hariannya.
Ketahuilah wahai saudaraku, tiada kebaikan dalam amal yang menyepelekan shalat.
Jika
seandainya mobilitas yang besar, bisa dijadikan alasan untuk meremehkan
amalan-amalan keimanan, tentulah generasi awal umat ini, tak perlu lagi
melakukan shalat-shalat malam dalam peperangan yang mereka ikuti.
Renungkanlah surat yang ditulis oleh Pemimpin pasukan kaum Muslimin,
Saad bin Waqqash saat akan menaklukkan Qadisiyah – kepada Umar bin
Al-Khattab – yang memberikan kabar gembira akan kemenangan pasukan kaum
muslimin, dalam suratnya, Saad bin Waqqash menceritakan kondisi kaum
muslimin: “Mereka – pasukan kaum muslimin – membaca Al-Qur’an dan jika
malam tiba, mereka seperti gema lebah dan di siang hari mereka seperti
singa yang tidak ada yang menyerupainya”.
Contoh pemimpin dakwah
saat ini, pribadi penulis sendiri pernah melihat bagaimana kualitas
ibadah salah satu tokoh revolusi Mesir dan pemimpin Ikhwanul Muslimin,
Dr. Isham Aryan. Kejadiannya terjadi di masjid Rab’ah Al-Adewah, Nasr
City Mesir, tempat seminar dilaksanakan. Di mana pasca revolusi Mesir,
Ikhwan banyak melakukan kegiatan-kegiatan massif, kembali memperkenalkan
dakwah Ikhwan, karena sebelumnya Ikhwanul Muslimin diperangi oleh rezim
berkuasa, dan sejarahnya banyak distorsi.
Dalam jadwal, acara
dimulai setelah shalat Isya, penulis bersama salah seorang teman lebih
dulu datang, sebelum Maghrib dan shalat di masjid Rab’ah Al-Adaweh.
Tepat jam 19.00 waktu Mesir, Dr. Isham Aryan datang dan langsung
melakukan shalat sunah, para pemuda telah berjejer di belakang beliau,
hendak bertanya. Ketika Dr. Isham Aryan telah selesai dari shalat
sunnahnya. penulis dan teman dari sejak awal telah memperhatikan Dr.
Isham hingga beliau shalat, terhitung dua rakaat shalat sunnah pertama
dilaksanakan selama kurang lebih 15 menit, ketika beliau selesai dari
dua rakaat tersebut, datanglah beberapa pemuda yang telah menunggu dari
tadi, namun ternyata Dr. Isham kembali minta izin untuk shalat sunah
lagi. Lagi-lagi shalat sunnahnya tak kalah lamanya dengan shalat sunah
sebelumnya, hingga adzan Isya, dan baru selesai sesaat sebelum iqamat.
Dan para pemuda tersebut, termasuk penulis, baru bisa bertanya ke beliau
setelah shalat Isya.
Dalam pikiran saya waktu itu, Subhanallah,
ini baru shalat sunnahnya di siang hari begitu lama (setengah jam
lebih), bagaimana dengan Qiyam lailnya. Inilah mutu kualitas ibadah
seorang pemimpin yang sukses memimpin revolusi Mesir.
Dan cukup kiranya bagi kita untuk menguatkan makna ini, yaitu taujih ilahi kepada Rasulullah Saw., dalam firmannya:
“Maka
jika kamu telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras
(untuk urusan yang lain)” [8] “Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau
berharap”. [QS. As-Syarah: 7-8]. Atau jika kamu telah selesai dari menunaikan tugas-tugas dakwah, maka segeralah beribadah.
Mobilitas
yang padat dalam pemilu, hanya bisa melahirkan efek pengaruh positif
dan meningkatkan mutu keimanan, jika ditunaikan dengan hati yang hidup
dan bukan dengan hati yang lalai, hati yang lalai menunaikan tugas-tugas
di lapangan tanpa ruh, yang kemudian berefek pada hilangnya pengaruh
pada amal tersebut, tidak menambah keimanan dan bahkan tidak sedikit
dari kader, terseret pada penyakit futur, setelah sebelumnya sibuk
dengan mobilitas pemilu. Oleh karena itu, Rasulullah memperingatkan kita
akan bahaya ini, beliau bersabda: “Perumpamaan orang yang menerangi
manusia dan melupakan dirinya sendiri seperti lilin”. [Shahih Al-Jami’
As-Shaghir].
Ini bukan berarti bahwa kita harus menyepelekan
kerja-kerja dalam pemilu, namun yang dimaksud adalah agar kita memahami
urgensitas berbekal dengan sesuatu yang dapat menjadikan kita bisa
mengambil manfaat yang sebenarnya di musim-musim pemilu ini.
Pepatah
Arab mengatakan yang artinya: “Jika tekadmu telah benar, maka engkau
akan diberikan solusi”, artinya jika kita telah memahami pentingnya
kekuatan hubungan dengan Allah [Quwwatu Shilah billah], dalam setiap
waktu, lebih khusus dalam masa-masa saat ini, dan azam kita telah kokoh,
telah lahir sakinah Qalbiyah dan yakin dengan pertolongan Allah akan
datang, maka Allah akan memberikan petunjuk-Nya kepada kita bagaimana
menyelaraskan antara wirid-wirid harian kita dengan tugas-tugas pemilu
tersebut. Dan menjadikan kita tetap menjaga shalat jamaah di masjid,
tetap menjaga wirid Al-Qur’an, qiyamulail, dzikir, dan di saat yang sama
kita juga sukses melakukan peran kita dalam pemilu dengan
sebaik-baiknya.
“Dan barang siapa bertaqwa kepada Allah, niscaya menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya”. [QS. At-Talaq: 4].
Wallahu a’lam bishawab.